Beranda | Artikel
Pentingnya Belajar dari Sejarah
Jumat, 14 Agustus 2015

Khutbah Pertama:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ أَمَرَنَا بِاتِّبَاعِ كِتَابِهِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى: (اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلاً مَا تَذَكَّرُونَ)، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ فِي رُبُوْبِيَتِهِ وَأُلُهِيَتِهِ وَأَسْمَاءِهِ وَصِفَاتِهِ وَسُبْحَانَ اللهُ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَادِقَ المَأْمُوْنِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ اَلَّذِيْنَ قَضَوْا بِالْحَقِّ وَبِهِ يَعْدِلُوْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.

أَمَّا بَعْدُ:

أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوْا اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى، تَمَسَّكُوْا بِدِيْنِكُمْ وَسِيْرُوْا عَلَى مَنْهَاجِ رَبِّكُمْ لِأَجْلِ أَنْ تَصِلُوْا إِلَيْهِ وَإِلَى جَنَّتِهِ جَنَّاتُ النَّعِيْمِ وَذَلِكَ بِاتِّبَاعِ كِتَابِهِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Ibadallah,

Sejarah dan peradaban Islam merupakan bagian penting yang tidak mungkin dipisahkan dari kehidupan kaum Muslimin dari masa ke masa. Betapa tidak, dengan memahami sejarah dengan baik dan benar, kaum Muslimin bisa bercermin untuk mengambil banyak pelajaran dan membenahi kekurangan atau kesalahan mereka guna meraih kejayaan dan kemuliaan dunia dan akhirat.

Semoga Allah ‘Azza wa Jalla meridhai sahabat yang mulia, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu yang mengungkapkan hal ini dalam ucapannya, “Orang yang berbahagia (beruntung) adalah orang yang mengambil nasehat (pelajaran) dari (peristiwa yang dialami) orang lain.” [Riwayat Muslim]

Dalam Alquran Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengan al-‘ashr (masa/jaman) karena padanya banyak terdapat peristiwa-peristiwa yang bisa menjadi bahan renungan dan pelajaran bagi manusia. Itulah jaman meraih keberuntungan dan amal shaleh bagi orang-orang yang beriman, serta saat mendapatkan kerugiaan dan kecelakaan bagi orang-orang yang berpaling dari petunjuk-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَالْعَصْرِ ﴿١﴾ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ ﴿٢﴾ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Demi masa! Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shaleh, saling menasehati supaya mentaati kebenaran, dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran.” [QS. al-‘Ashr/103:1-3].

Oleh karena itulah, Imam asy-Syafi’i rahimahullah menggambarkan agungnya kedudukan surah al-‘Ashr ini dengan ucapannya, “Seandainya Allah ‘Azza wa Jalla tidak menurunkan (dalam Alquran) sebuah argumentasi bagi semua makhluk-Nya kecuali surah ini (saja) maka itu cukup bagi mereka.”

Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah,

Sebaik-baik kisah sejarah yang dapat diambil pelajaran dan hikmah berharga darinya adalah kisah-kisah yang terdapat dalam ayat-ayat Alquran dan hadits-hadits yang shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena kisah-kisah tersebut disamping sudah pasti benar, bersumber dari wahyu Allah ‘Azza wa Jalla yang Maha Benar, juga karena kisah-kisah tersebut memang disampaikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menjadi pelajaran bagi orang-orang yang berakal sehat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka (para Nabi dan umat mereka) itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal (sehat). Alquran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, serta sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” [QS. Yusuf/12:111].

Artinya, kisah-kisah yang menggambarkan keadaan para Nabi dan umat mereka tersebut, serta yang menjelaskan kemuliaan orang-orang yang beriman dan kebinasaan orang-orang kafir yang mendustakan seruan para nabi, berisi pelajaran bagi orang-orang yang beriman untuk memantapkan keimanan mereka dan menguatkan ketakwaan mereka kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya”.

Termasuk hal yang paling jelas manfaatnya dalam kebaikan bagi orang-orang beriman yang memiliki pemahaman yang benar adalah merenungkan kisah-kisah orang-orang yang terdahulu maupun orang-orang jaman sekarang. Yaitu kisah orang-orang yang taat kepada Allah dan kemuliaan yang Dia berikan kepada mereka. Serta kisah orang-orang yang durhaka kepada-Nya dan kehinaan yang Dia timpakan kepada mereka. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْنٍ هُمْ أَشَدُّ مِنْهُمْ بَطْشًا فَنَقَّبُوا فِي الْبِلَادِ هَلْ مِنْ مَحِيصٍ

“Dan berapa banyaknya umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka yang mereka itu lebih besar kekuatannya daripada mereka ini, maka mereka (yang telah dibinasakan itu) telah pernah menjelajah di beberapa negeri. Adakah (mereka) mendapat tempat lari (dari kebinasaan)?” [QS. Qaaf/50: 36].

Salah seorang ulama salaf berkata, “Kisah-kisah dalam Alqura adalah tentara-tentara Allah”, artinya: kisah-kisah tersebut tidak bisa disanggah oleh para penentang kebenaran.

Oleh karena itu, wahai hamba Allah! Bersungguh-sungguhlah untuk memahami tali yang menghubungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hamba-hamba-Nya ini, karena barangsiapa yang berpegangteguh dengannya maka dia akan selamat (dari kebinasaan) dan barangsiapa yang berpaling darinya maka dia akan binasa”.

Ibadallah,

Kisah-kisah sejarah para Nabi adalah termasuk sebab utama untuk mengokohkan dan menyempurnakan keimanan dalam hati orang-orang yang beriman.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :

وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ ۚ وَجَاءَكَ فِي هَٰذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ

“Dan semua kisah para rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” [QS. Hud/11:120].

Dalam ayat ini jelas sekali menunjukkan bahwa kisah-kisah dalam Alquran tentang ketabahan dan kesabaran para Nabi dalam memperjuangkan dan mendakwahkan agama Allah sangat berpengaruh dalam meneguhkan hati dan keimanan orang-orang yang beriman di jalan Allah ‘Azza wa Jalla.

Ketika menafsirkan ayat ini, imam Ibnu Katsir t berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Semua yang Kami ceritakan padama tentang kisah para rasul yang terdahulu bersama umat-umat mereka, ketika mereka berdialog dan beradu argumentasi (dengan umat-umat mereka), ketabahan para Nabi dalam (menghadapi) pengingkaran dan penyiksaan (dari musuh-musuh mereka), serta bagaimana Allah ‘Azza wa Jalla menolong orang-orang yang beriman dan menghinakan musuh-musuh-Nya (yaitu) orang-orang kafir, semua ini adalah termasuk perkara yang (bisa) meneguhkan hatimu, wahai Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, agar engkau bisa mengambil teladan dari saudara-saudaramu para Nabi yang terdahulu.”

Khususnya yang berhubungan dengan Nabi kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, meneladani kehidupan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beragama merupakan kewajiban dan keutamaan besar bagi orang-orang beriman yang ingin meraih ridha Allah ‘Azza wa Jalla. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [QS. al-Ahzab/33:21].

Ketika menafsirkan ayat ini, imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ayat yang mulia ini merupakan landasan yang agung dalam meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam semua ucapan, perbuatan dan keadaan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Keutamaan besar ini tentu tidak dapat diraih oleh seorang Muslim kecuali dengan memahami sirah (sejarah perjalanan hidup) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena sejarah perjalanan hidup beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan petunjuk terbesar untuk memahami dan megikuti jalan kebaikan yang pernah ditempuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Itulah sebabnya mengapa para Ulama memberikan perhatian besar dalam hal ini, dengan menulis kitab-kitab khusus tentang sirah (sejarah perjalanan hidup) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sejak beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir sampai wafat. Demikian pula biografi orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan baik, dari kalangan para sahabat radhiyallahu anhum dan para ulama salaf setelah mereka.

Diriwayatkan dari Ali bin Husain Zainul Abidin rahimahullah bahwa beliau berkata, “Dulu kami diajarkan tentang (sejarah) peperangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana Alquran diajarkan kepada kami.”

Imam Abu Hanifah rahimahullah mengungkapkan hal ini dalam ucapan beliau yang terkenal, “Kisah-kisah (keteladanan) para Ulama dan duduk di majelis mereka lebih aku sukai dari pada kebanyakan (masalah-masalah) fikih, karena kisah-kisah tersebut berisi adab dan tingkah laku mereka (untuk diteladani).”

Hikmah dari kisah-kisah dalam Alquran yang Allah ‘Azza wa Jalla sampaikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai keadaan para Nabi dan umat-umat yang terdahulu, yaitu:

Pertama: Sebagai argumentasi dan bukti yang menunjukkan kebenaran nubuwwah (kenabian) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan risalah yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bawa dari Allah ‘Azza wa Jalla.

Kedua: Untuk meneladani sifat-sifat mereka yang dipuji oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjauhi sifat-sifat yang dicela-Nya.

Ketiga: Untuk meneguhkan jiwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta menampakkan kemuliaan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umat beliau, karena umat ini dilindungi Allah ‘Azza wa Jalla dari berbagai ujian yang ditimpakan-Nya kepada umat-umat terdahulu, diberi keringanan dalam beberapa hukum syariat dan diistimewakan dengan berbagai kemuliaan yang tidak diberiakan-Nya kepada umat-umat lain.

Keempat: Sebagai pelajaran dan pendidikan bagi umat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang diisyaratkan dalam beberapa ayat Alquran, di antaranya:

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka (para Nabi dan umat mereka) itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal (sehat).” [QS. Yusuf/12:111].

Kelima: Untuk mengabadikan nama baik dan mengenang jejak-jejak terpuji mereka, sebagaimana doa Nabi Ibrahim ‘alaihissallam dalam Alquran:

وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ

“Dan jadikanlah aku (ya Allah) buah tutur yang baik bagi orang-orang yang (datang) kemudian.” [QS. As-Syu’ara/26:84] ”

بَارَكَ اللهُ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعْنَا بِمَا فِيْهِ مِنَ البَيَانِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلَجَمِيْعِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.

Khutbah Kedua:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ، وَأَشُكُرُهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا.

أَمَّا بَعْدُ:

أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى،

Kaum muslimin, jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Demikian pula, dengan membaca sejarah hidup orang-orang yang shaleh dan mengenal sifat-sifat baik mereka, akan memudahkan tumbuhnya rasa cinta kepada mereka karena Allah ‘Azza wa Jalla. Ini merupakan salah satu ciri kesempurnaan iman, sebagimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

“Ada tiga sifat, barangsiapa yang memilikinya maka dia akan merasakan manisnya iman (kesempurnaan iman): menjadikan Allah dan rasul-Nya lebih dicintai daripada (siapapun) selain keduanya, mencintai orang lain semata-mata karena Allah, dan merasa benci (enggan) untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah sebagaimana enggan untuk dilemparkan ke dalam api.” [HR. Bukhari dan Muslim].

Sifat mulia ini merupakan sebab utama meraih keutamaan besar di sisi Allah ‘Azza wa Jalla, yaitu dikumpulkan bersama orang-orang shaleh tersebut di surga kelak, karena seseorang akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya pada hari kiamat nanti.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

“Engkau bersama orang yang kamu cintai (di surga kelak)”.

قَالَ أَنَسٌ فَمَا فَرِحْنَا بِشَيْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّي إِيَّاهُمْ وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ

Sahabat yang mulia, Anas bin Malik radhiyallahu anhu (yang meriwayatkan hadits ini dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ) berkata, “Kami (para sahabat radhiyallahu anhum ) tidak pernah merasakan suatu kegembiraan (setelah masuk Islam) seperti kegembiraan kami sewaktu mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Engkau bersama orang yang kamu cintai (di surga kelak)”, maka aku mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , Abu Bakr dan Umar radhiyallahu anhuma, dan aku berharap akan (dikumpulkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla ) bersama mereka (di surga nanti) karena kecintaanku kepada mereka, meskipun aku belum mengerjakan amalan seperti amalan mereka.[HR. Bukhari dan Muslim].

Ibadallah,

Masih banyak manfaat dan faidah besar lainnya dari sejarah Islam yang dibukukan oleh para Ulama kita. Imam as-Sakhawi rahimahullah sampai menulis sebuah kitab khusus untuk menjelaskan hal ini sekaligus menyanggah orang-orang yang meremehkan dan mengecilkan arti pentingnya ilmu sejarah Islam. Kitab beliau tersebut berjudul “al-I’lanu bit Taubikhi liman Dzamat Tarikh” (Mengumumkan celaan terhadap orang-orang yang meremehkan sejarah).

Semoga Allah ‘Azza wa Jalla senantiasa memudahkan kita untuk mengambil teladan dan petunjuk yang baik dari kisah-kisah para Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Alquran dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , serta memuliakan kita dengan dikumpulkan di surga kelak bersama para Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , para shidiq, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang shaleh, Amin.

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(-Nya), mereka itu akan (dikumpulkan) bersama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: para Nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” [QS. an-Nisa’/4:69].

فَاتَّقُوْا اللهَ عِبَادَ اللهِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ خَيْرَ الحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الجَمَاعَةِ، وَمَنْ شَذَّ شَذَّ فِي النَّارِ.

ثُمَّ اِعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَمَلَائِكَتِهِ قَالَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى: (إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا)، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَاشِدِيْنَ، اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ، أَبِيْ بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ.

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ، وَجَعَلَ هَذَا البَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًّا وَسَائِرَ بِلَادِ المُسْلِمِيْنَ عَامَةً يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، اللَّهُمَّ احْفَظْ عَلَيْنَا أَمْنَنَا وَإِيْمَانَنَا وَاسْتِقْرَارَنَا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ سُلْطَانَنَا وَأَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي دُوَرِنَا وَأَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَأَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِ المُسْلِمِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ وَأَخْرِجْهُمْ مِنْ هَذَا الضَّيْقِ وَالشِّدَّةِ بِفَرَجِ عَاجِلٍ قَرِيْبٍ، (رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ).

عِبَادَ الله، (إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ)، (وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمْ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ)، فَذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرَ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.

[Diadapatasi dari tulisan Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni di majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XV/1433H/2012M].

Print Friendly, PDF & Email

Artikel asli: https://khotbahjumat.com/3499-pentingnya-belajar-dari-sejarah.html